MEMILIH HOTEL DI BELITUNG

Salah satu akomodasi yang perlu direncanakan saat berlibur di Belitung adalah memilih tempat inapan yang sesuai dengan fungsi dan budget rencana berlibur kita. Sebagian besar tempat tujuan berlibur di Belitung berada di Belitung Barat. Untuk menuju Belitung Timur cukup dengan berkendara dua jam saja (60-70 km).

Dua hotel yang pernah saya tinggali di Belitung, semuanya berada di sekitaran Tanjung Pandan sebagai pusat kota di Belitung. Saya pilih lokasi tersebut karena dekat dengan lokasi wisata yang hendak saya tuju, baik itu wisata pantai, island hopping, wisata museum, maupun wisata kuliner khas Belitung.

Premium Hotel Belitung

Berada tepat di jantung kota Belitung. Tidak lebih dari satu kilometer kita bisa mampir ke KFC, Mie Atep Sriwijaya, tempat makan di jl. melati, pusat oleh-oleh Galeri KUMKM, maupun tugu batu Satam di kota Belitung.

Hotel ini terdiri dari empat lantai tanpa fasilitas lift. Jadi, jika anda ingin menginap di sini saya sarankan untuk memilih di kamar lantai tiga atau di lantai dua. Tiap-tiap kamar telah difasilitasi dengan koneksi internet Wifi dengan kecepatan rata-rata 660 kbps. Namun untuk layanan intercomnya terpusat hanya ada di lobby tiap-tiap lantainya.

Dengan harga Rp. 400.000,- per malam (termasuk pajak), saya rasa sudah cukup memberikan kenyamanan bagi kita dalam istirahat.

Untuk kamar mandi sudah difasilitasi dengan air hangat, handuk, dan sabun. Untuk sikat gigi dan pasta gigi tidak disediakan. Premium Hotel hanya menyediakan satu pasang sandal jepit “Swallow”. Saya rasa ini tidak menjadi soal. Hanya saja di dalam kamar tidak disediakan fasilitas ketel listrik atau pemanas air minum, sehingga kita tidak bisa menyeduh teh maupun kopi di dalam kamar.

Premium Hotel menyediakan fasilitas jemput-antar dari dan ke bandara dengan tambahan charge Rp. 85.000,- per mobil. Merek mobil yang disediakan adalah Toyota Vios dan Honda Mobilio. Selain itu, kita bisa meminta untuk disewakan motor dengan harga sewa Rp. 75.000,- per hari. Digunakan kamis sore, lalu saya serahkan kembali minggu pagi hanya dikenai charge tiga hari tanpa meninggalkan kartu tanda diri. Jangan lupa untuk meminta helm kepada resepsionis hotel.

Menu sarapan yang disediakan hanya satu jenis per harinya, seperti nasi goreng maupun soto ayam. Jenis minuman yang disediakan teh, kopi, dan air putih.

Secara keseluruhan, saya rekomendasikan Premium Hotel sebagai salah satu pilihan tempat inapan bagi anda saat berwisata ke Belitung. Dengan low budget dan layanan yang diberikan oleh hotel, dari angka 1 sampai angka 10, saya memberi angka 8 untuk Premium Hotel sebagai penilaian subjektif saya setelah menginap dua malam di sana.

Alamat:

Jl. Sriwijaya Tanjung Pandan Belitung

Telephone 0719-21848 | Hp. 0819-49168189

 

Bahamas Hotel & Resort Belitung

Setelah melakukan booking hotel melalui Traveloka, pihak Bahamas Hotel & Resort tidak dapat saya hubungi. Nomor yang disediakan melalui laman web mereka tidak aktif. Kemudian suatu waktu dihubungi kembali ada yang menjawab bahwa nomor sudah tidak berkantor lagi ditempat tersebut. Hingga hari H, tidak ada pihak hotel yang mengkonfirmasi bookingan saya. Saya berharap cemas. “Apakah mungkin hotelnya sudah tidak ada lagi?”

Ternyata hotelnya masih ada.

Hanya saja pihak manajemen hotel yang tidak memperbarui website mereka dan tidak adanya konfirmasi ulang terhadap tamu hotel. Kesan pertama yang membuat kecewa.

Bahamas Hotel & Resort terletak di jl. Pattimura kiri jalan ke arah Tanjung Kelayang. Hotel ini terdiri dari tiga lantai dengan fasilitas kolam renang yang menghadap laut.

Tidak seperti Premium Hotel, Bahamas Hotel & Resort tidak menyediakan fasilitas koneksi internet Wifi di tiap-tiap kamar—type Standart—nya. Padahal harganya dua kali lipat harga Premium Hotel, yaitu Rp. 830.000,- per malam. Sangat disayangkan memang, fasilitas yang penting bagi para pejalan tidak disediakan di sini. Koneksi internet Wifi hanya disediakan di lobbi hotel dan di kamar type Deluxe ke atas. Dimana kecepatan koneksi rata-rata hanya 480 kbps. Seharusnya koneksi internet gratis adalah layanan lumrah bagi tiap-tiap hotel saat ini. Koneksi internet sangat penting bagi para pejalan, karena tidak semua operator selular mendapatkan signal di kota ini, terlebih jika anda adalah pengguna Smartfren, yang mana tidak ada signal sama sekali di Belitung. Jika anda adalah pengguna Telkomsel tidak perlu khawatir, karena di pulau Lengkuas pun, anda masih tetap akan mendapatkan layanan 3G dari Telkomsel.

Bahamas Hotel & Resort untuk type standrat room menyediakan fasilitas kamar mandi yang lengkap. Handuk, Sabun, Sikat Gigi, Pasta gigi, Shampoo, hingga Conditioner rambut—tanpa fasilitas Hair dryer.

Sarapan pagi kita akan disuguhi pemandangan lepas pantai dengan perahu nelayan yang berjejer hendak melaut. Disamping kiri, kita akan melihat kolam renang yang dapat kita gunakan secara gratis. Kedalaman kolam renangnya tidak lebih dari 160 cm.

Menurut saya, sepanjang jalan menuju Tanjung Kelayang maupun Tanjung Tinggi hotelnya tidak nyaman untuk ditinggali. Karena jauh dari pusat kota (30 menit dari tugu batu Satam). Suasananya pun sangat sepi. Secara keseluruhan dari angka 1 sampai angka 10, angka 6 adalah penilaian subjektif saya untuk Bahamas Hotel & Resort.

Semoga hotel-hotel di Belitung tiap tahunnya mengalami peningkatan pelayanan. Diperbaharui fasilitas maupun infrastrukturnya, sebagai langkah awal untuk memperkuat destinasi wisata di pulau Belitung.

Salam,

30 Desember 2015

SATU KENANGAN DALAM TIGA CERITA

Bagaimana perasaanmu jika ternyata kamu mengalaminya juga?



Minggu, 20 September 2015

Seperti biasa, bapak sudah menunggu satu jam yang lalu. Tidak ada yang beda sama bapak. Sejak kecil, bapak selalu menjemput kami satu jam lebih dulu. Padahal tidak ada kereta yang tiba lebih cepat dari jadwalnya. Tetapi bapak selalu memilih menunggu.

Sesampai di rumah, saya tidak banyak cerita. Entah mengenai pekerjaan, mengenai kehidupan, mengenai apapun. Kecuali kalau Bapak dan Ibu bertanya.

Hari-hari bapak lalui berdua bersama ibu. Memperbaiki rumah. Merawat kebun. Pergi ke pasar, pergi ke dokter, pergi ke hajatan orang, pergi kemana pun, bapak dan ibu selalu berdua. Bapak orangnya rajin dan ringan tangan. Musholla depan rumah bapak yang ngurus. Padahal bukan musholla pribadi dan tidak berdiri di tanah kami, tetapi bapak rajin merawatnya. Membelikan ini itu, mengecat. Dan terakhir terlihat karpet baru di musholla. Bapak suka sekali menyibukkan diri. Di rumah ada kolam lele, ribuan jumlahnya, hasil keterampilan bapak juga. Budhe yang sakit, bapak juga yang ngurus, padahal anak-anaknya budhe mampu mengurus budhe, tapi budhe lebih memilih bapak.

Kami bangga sama bapak.

Kami pulang sebulan, dua bulan atau satu tahun sekali. Lumayan lama. Alhamdulillah, setelah mas Dian pindah tugas di Jogja, mas Dian sering pulang menengok Bapak dan Ibu. Mba El yang mengaturnya. Kalau ada long weekend dipastikan mas Dian sekeluarga menginap di rumah. Ibu dan Bapak terhibur—saya juga.

Senin, 21 September 2015

Hari ini saya cuti, tidak masuk kerja. Itulah kenapa saya pulang. Mba El sidang promosi Doktor nanti sore. Mba El minta saya datang. Ibu dan Bapak juga datang.

Selain itu, ada agenda sosial di rumah sakit Semarang. Ada bayi yang mengidap Pneumonia dari keluarga tidak mampu. Bapak yang mengantar, namun bapak langsung ke rumah mba El, saya menyusul. Ini kali kedua bapak membantu saya. Sebelumnya, bapak juga membantu saya menyalurkan bantuan ke pasien penderita kanker.

Di rumah sakit, saya ditemani Danang yang baru tiba dari Pontianak. Sudah sangat lama saya tidak bertemu dengannya, semenjak tiga tahun yang lalu. Kami datang mewakili teman-teman. Sayang, kami berdua tidak bertemu si bayi, karena masih di ICU. 

Setelah agenda di rumah sakit selesai, jam tiga sore acara mba El dimulai.

Mas Dian tiba lebih dulu, disusul saya, lalu bapak dan ibu. Di dalam mobil, mas Dian merapikan penampilan Bapak. Hari ini bapak terlihat spesial. Bapak orang yang jarang membeli pakaian. Setahun dapat dihitung, satu atau dua kali. Itu pun dibelikan anak-anaknya. Namun untuk hari ini Bapak beli sendiri jas dan sepatunya tiga hari yang lalu di swalayan kecil di kota kami.

  

Acara pun dimulai. Saya duduk di belakang bapak.

Dua jam berlalu, Mba El sidang dengan lancar. Mba El lulus. Mba El Doktor. Suasana haru dan bahagia pecah menjadi satu.

Habis maghrib, suasana mulai sepi.

Mas Dian pulang ke Jogja, saya beranjak ke stasiun. Bapak dan Ibu pulang ke rumah. Dan ternyata menjadi pertemuan terakhir dengan bapak.

Jumat, 25 September 2015

Pukul sembilan pagi bapak mengirim sms ke saya, memberitahu sedang belajar mengoperasikan HP baru yang diberi mas Arif. HP lama kecil suaranya.

Waktu berlalu.

Menjelang pukul sebelas malam, bapak telephone. Saya menduga ada kabar buruk yang ingin disampaikan bapak, mungkin budhe meninggal.

Telephone saya angkat.

Tidak ada suara bapak.

Bukan bapak yang menelephone. Tetapi tetangga saya menelephone pakai HP bapak. Hati saya tak karuan. Ada kabar buruk apa?

“Tolong bapak saya ya pak. Bawa ke rumah sakit. Tolong. Terima kasih ya pak.” Saya meracau.

Bapak dikabarkan tidak sadarkan diri. Bapak pingsan. Dan bapak—selama saya kenal—tidak pernah pingsan!

Firasat saya melompat kemana-mana.

Lampu saya hidupkan kembali. Berkemas seadanya, pulang saat itu juga. Waktu berputar, hanya ada bapak.

Tiba di stasiun, telephone berdering kembali.

“Le bapakmu sudah meninggal. Kamu yang sabar ya. Kamu pulang. Mas-masmu belum ada yang ngangkat telephone. Sabar ya le.”

Waktu berjalan melambat. Memutar satu per satu memori tentang bapak. Tentang apapun terkait bapak. 

Mau tidak mau, suka tidak suka hal ini pasti tiba.

Tetapi kenapa malam ini! Kenapa tiba-tiba!

Jam dua belas malam kereta kembali mengantarkan saya pulang.

Sabtu, 26 September 2015

Minggu yang lalu, bapak ada disini. Menjemput saya di stasiun ini. Tetapi sekarang…

Saya melangkah kosong, keluar dari pintu kereta. Mengambil wudhu menenangkan diri.

Pagi ini orang lain yang akan menjemput, bukan bapak lagi. Bapak tidak akan menunggu di sini lagi, selamanya.

Sepanjang perjalanan pulang, memori melintas bergantian, mengurai kenangan dengan cepat.

Saya berusaha tegar.

Tidak.

Saya tidak bisa tegar, saya belum siap ditinggal bapak.

   

Di halaman rumah masyarakat sudah banyak yang berkumpul. Mendirikan tenda, mempersiapkan kursi meja. Di ruang depan bapak disemayamkan. Ibu duduk di samping bapak. Saya peluk ibu, lalu isak tangis pecah lagi.

“Bapakmu sudah ndak ada le. Kamu yang tenang ya.” Ibu memeluk erat. Ibu pasti tergoncang. Ibu yang melihat bagaimana bapak meninggal tadi malam. Bapak meninggal dalam kondisi tidak sakit. Bapak baru saja medical check up, tidak ada gangguan kesehatan apa-apa. Habis isya’ bapak masih sempat menelephone cucu-cucunya. Bapak masih sempat kenduri di tetangga. Bapak masih sempat semuanya. Mengurus kebun. Pergi bersama ibu. Merawat musholla. Memberi makan lele-lelenya.

Mas Dian yang sudah datang lebih dulu, menghampiri, menenangkan.

Mas Arif belum datang. Pesawatnya delay karena bencana asap yang memburuk. Kemungkinan tiba sore hari.

  

Bapak bersemayam sejak tadi malam. Tidak mungkin menunggu lebih lama lagi menunggu mas Arif tiba. Kami meminta ijin kepada mas Arif, untuk segera menguburkan bapak. Mas Arif mengijinkan.
Haru kembali pecah saat bapak dimakamkan.

Ibu tidak ikut. Hanya saya dan mas Dian yang mengantarkan bapak.

Mas Arif tiba sore hari. Lalu saya antar ke kubur bapak. Makam bapak bersebelahan dengan saudara-saudara yang lain. Mas Arif sholat dan berdoa. Mas Arif menangis. Saya ikut menangis. Terisak tanpa suara.

Sementara mas Wafa baru tiba hari seninnya dari Singapura. Prosedur ijinnya tidak semudah kami.

Untuk kesekian kali saya menangis, memeluk erat kakak-kakak saya.

“Mas, bapak sudah meninggal. Bapak sudah meninggal mas.”

“Kamu yang tenang, bapak orang yang baik, kita bangga sama bapak. Bapak juara.”

~

  

Bapak orang yang paling baik yang saya kenal. Paling sabar. Suka sekali membantu ini itu. Bapak telah menyelesaikan semuanya.

Betapa mudah bapak pulang.

Saya sangat rindu bapak.

Allahummaghfirlahuu ya Allah.

23:15 WIB

ALHAMDULILLAH, KECELAKAAN

Sore ini (16:35) saya mengalami kecelakaan di jalan. Terguling. Motor (dan teman saya) tersungkur di bawah mobil sedan.

‘Akhirnya. Kecelakaan juga.’ Gumam saya saat lutut dan tangan beradu dengan aspal.

Sedari siang, perasaan akan kecelakaan sudah ada. Bukan karena melihat kondisi motor maupun kesehatan saya, bukan. Tapi karena feeling saja. Tapi feeling saya agak sedikit meleset, ternyata kecelakaannya melibatkan orang lain. Kasihan.

Segerombolan kambing tak berpenggembala melintas di jalan tanpa melihat kanan kiri. Jumlahnya belasan.

Ibu-ibu yang mengendarai motor jatuh tersungkur menghindari kambing, dibelakang melaju sedan kemudian mengerem mendadak. Dibelakang lagi, ada saya dan teman saya.

Motor tak mampu berhenti.

Akhirnya kami berdua jatuh tersungkur, motor berhenti tepat di bawah sedan. Segerombolan kambing berlari berhamburan tak peduli.

Dari pintu belakang, seorang gadis berjilbab keluar dari mobil. Dengan sigap membantu teman saya berdiri. Bukan saya. Saya terguling ke depan, bangkit sendiri. Mengenaskan. Hha~

Tak lama keluarga si gadis keluar.

Ayah, Ibu, kakak, dan adiknya. Saya menerka seperti itu.

Ayahnya baik.

Meski bukan salah mereka, tetapi mereka mau membantu.

“Bawa ke rumah sakit ya,” Saran ibu si gadis.

“Pa, di mobil ada kotak P3K nggak?”  Si gadis mencoba ikut memberi bantuan.

Ayahnya menggeleng. Tidak ada kotak P3K di mobil. Kemudian ayahnya pergi ke warung mencari alkohol dan obat merah. Lalu meminjam motor warga untuk pergi ke apotek membeli kasa.

Saya duduk. Senyum. Seolah tidak terjadi apa-apa dan tidak kenapa-napa. Menahan perih sambil berharap keluarga yang baik hati ini segera meninggalkan kami. Dan kerumunan masyarakat yang membantu kami, segera kembali ke aktivitasnya masing-masing.

Tapi sampai akhir, keluarga dan masyarakat masih memberikan bantuan ke kami.

Fitrah manusia.

Menolong siapapun orang yang dipandangnya lemah, bahkan ketika orang yang dipandang tersebut, amat sungkan meminta bantuan.

Sebenarnya ada banyak pilihan bagi keluarga tadi untuk meninggalkam kami. Tetapi mereka lebih memilih untuk memastikan kami masih dalam kondisi baik. Masyarakat sekitar pun memiliki banyak pilihan ketika kami mengalami kecelakaan, tetapi mereka lebih memilih untuk berhenti dan ikut menolong kami. Meskipun hanya sekedar bertanya “Kalian tidak apa-apa?”


Salam,

30 Agustus 2015.

*sebaiknya di dalam mobil selalu dipastikan ada kotak P3Knya ya.

PUNCAK PENGABDIANMU ADALAH MASYARAKAT

  
Bulan Agustus adalah bulan reuni bagi semua kalangan. Begitu pun juga dengan Perkumpulan Kuli Bangunan “Alfatehah”. Lebih dari 50 tahun sudah, perkumpulan ini mewadahi masyarakat untuk belajar tentang ilmu bangun-membangun. Perkumpulan swadaya masyarakat tersebut menampung banyak orang, termasuk Sodrun yang kala itu baru lulus SD. Tidak kuat meneruskan sekolah, Sodrun kecil memutuskan untuk menjadi kuli bangunan. Tentu dengan ilmu ala kadarnya dari perkumpulan tersebut. Sodrun tidak sendiri, puluhan teman-temannya, ratusan mbah-mbahnya juga merasakan hal yang sama. Kampung Sodrun memang terkenal sebagai kampung dengan profesi kuli bangunan. Semua bangunan dengan anggaran ratusan milyar berdiri atas keringat mereka. Ya yang angkut materialnya, ya yang mbendrati tulangan-tulangannya, ya yang nggelar cor-corannya. Tetapi setelah bangunan berdiri, nama-nama mereka tidak mungkin diumum-umumkan.

Ngomong-ngomong reuni, ini kali pertama reuni digelar besar-besaran. Para sesepuh diundang, semua angkatan diundang, yang masih kuat menjadi panitia sekaligus inisiator dan konseptornya.

Tak lupa Kepala Urusan Pembangunan dan Kepala Urusan Teknologi dari pemerintah setempat diundang. Semua dipersiapkan dengan matang, pak KAUR Pembangunan suka apa, pak KAUR Teknologi—yang kebetulan saudara sendiri—hobinya apa, semua diteliti, agar tidak luput dari daftar persiapan. Luput sedikit, bisa-bisa tidak diperhitungkan lagi.

Reuni digelar dua hari dengan paparan wacana yang luar biasa. Para alumni jengah kalau potensi antar kuli ini tidak dimanfaatkan dengan baik. Ikatan Alumni Kuli Bangunan (IKAKUBA) yang baru dibentuk tiga tahun terakhir harus menjadi wadah untuk memperoleh keuntungan. Entah itu keuntungan bagi IKAKUBA sendiri, agar semakin bagus kompetensinya, atau bisa juga untuk keuntungan-keuntungan lain, seperti bisnis proyek, konsultasi proyek, atau minimal diundang ke ibukota menangani selokan mampet.

Namanya sesepuh, wacana-wacana yang ciamik dari IKAKUBA dikhawatirkan hanya akan berhenti di wacana-wacana saja, tanpa implementasi yang jelas dan terukur. Sementara itu angkatan muda yang darahnya meletup-letup bak teko air yang mendidih, sangat bersemangat kalau IKAKUBA mampu mewujudkan mimpi-mimpinya itu. Saking semangatnya, mereka mengingatkan agar IKAKUBA bisa mandiri, tidak terpengaruh oleh keinginan-keinginan praktis politik maupun pemerintah. IKAKUBA harus merdeka dan berdaulat, mengabdi hanya untuk kepentingan masyarakat. Jangan sampai IKAKUBA malah menjadi wadah yang kerjaannya menjilat sana-sini demi kepentingan-kepentingan tertentu, termasuk kepentingan IKAKUBA sendiri. Karena puncak pengabdian IKAKUBA adalah pengabdian kepada masyarakat.

Di hari kedua, sembari makan apem dari pasar yang dipersiapkan panitia, Sodrun menunggu sejauh mana IKAKUBA ini penting untuk masyarakat. Kalau tidak penting, bubar saja, kentus Sodrun. Padahal Sodrun bukan siapa-siapa.

Diskusi pertama dibuka oleh kang Haidar. Kang Haidar ini dikenal sebagai orang yang berhasil di dunia bangun-membangun, sekaligus dikenal juga sebagai seorang trainer. Kang Haidar membuka diskusi dengan uraian-uraian yang tidak sanggup dimengerti oleh anak lulusan SD seperti Sodrun. Bahwa IKAKUBA harus bermanfaat untuk Alumni, untuk Almamater, untuk Industri dan Pemerintah, serta harus bermanfaat untuk masyarakat. Kang Haidar memetakan fungsi IKAKUBA seperti itu.

Satu-satu kang Haidar mencoba mendiskripsikannya.

Manfaat untuk masyarakat, kang Haidar mencontohkan dengan pemaparan teknologi pembuatan batu bata dari tai sapi. Jadi tai-tai sapi ini tidak hanya digelar untuk pupuk saja atau disimpan sebagai bahan bakar biogas, melainkan juga untuk membangun rumah. Sehingga potensi kerusakan tanah akibat pengupasan lapisan tanah berkurang.

Sodrun mlongo.

Konsep manfaat untuk masyarakat di dalam benak Sodrun hanya linier saja, kuno. Bukan mengolah tai menjadi batu bata—yang tentu akan menguras pikiran.

Konsep manfaat untuk masyarakat bagi Sodrun itu seperti membuatkan rumah, membantu pasang atap, melunasi tagihan rumah sakit tetangganya yang pingsan karena belum makan tiga hari, atau sekedar mengajari anak-anak desa cara ngaduk cor-coran yang benar sehingga nantinya jika tidak sekolah lagi bisa ikut ke Jakarta menjadi kuli bangunan bersama senior-seniornya.

Dari point lain, kang Haidar menjelaskan bahwa IKAKUBA harus bermanfaat juga untuk almamater. Kang Haidar menjelaskan, peran serta instansi pendidikan dalam mengajar serta mendidik harus mengikuti kebutuhan industri dan kebutuhan pemerintah. Jangan sesukanya.

Semua anak didik harus keluar by design. Harus dibentuk sama. Seperti pabrik tempe yang mengerti ukuran dan rasa tempe yang diminati oleh para penikmat tempe. Tempe-tempe yang dipasarkan harus memiliki ukuran dan rasa yang sama. Dirancang sejak awal. Tempe-tempe yang tidak sesuai kriteria, akan dianggap BS, dengan begitu tidak boleh keluar pabrik, tidak boleh dipasarkan, tidak boleh distampel serta tidak boleh diberi lisensi sebagai barang jadi. Lebih jauh lagi, pabrik harus menyeleksi ketat kedelai-kedelai kualitas super, agar pengolahan pembuatan tempenya semakin mudah. Dengan begitu, terancam sudah anak-anak desa—yang tak berkualitas—untuk bisa belajar di perkumpulan “Alfatehah”. Padahal instansi pendidikan dinyatakan berhasil, justeru ketika mampu melahirkan generasi yang berkualitas baik dari bibit-bibit yang dianggap tidak baik. Dan mampu mengarahkan potensi-potensi yang dimiliki setiap anak didiknya yang beraneka rupa ragamnya. Jangan sampai disama ratakan. Hargai proses belajar. Capaian nilai bukan tujuan, jika menjadi tujuan, bisa jadi dilakukan dengan cara-cara instant. Namun sepertinya bagi kang Haidar, kehormatan dari instansi pendidikan diukur dari banyak tidaknya anak didik diterima kerja dan seberapa gaji mereka. Bukan diukur dari sejauh mana anak didik mereka akan bermanfaat bagi lingkungannya.

Setelah memaparkan panjang lebar, anggota dan panitia IKAKUBA menyimpulkan beberapa point yaitu diantaranya bahwa IKAKUBA harus mandiri. Setiap lakunya tidak boleh dibebani oleh ketergantungan politis, ekonomi, dan lain-lain. Karena tidak mungkin kedaulatan IKAKUBA terjamin apabila tidak dilahirkan dari pemikiran-pemikiran yang bebas, dan dari latar belakang yang tidak independen. Oleh karena itu untuk mendukung IKAKUBA mandir, anggotanya harus diarahakan untuk tidak sekedar menjadi kuli bangunan saja, namun juga harus mengembangkan potensinya yang lain, minimal berdagang.

Sehingga kelak saat reuni lagi, pembahasan reuni tidak lagi sekedar teori-teori akademis dan gapaian-gapaian jabatan strategis. Melainkan sudah 100% membahas pengabdian IKAKUBA kepada masyarakat.

Atau setidaknya agar makanan yang disajikan oleh panitia tidak hanya apem saja.

Ancol, 16 Agustus 2015

*ditulis setelah mengikuti reuni IKATEKSI (Ikatan Alumni Teknik Sipil) UNDIP yang diselenggarakan oleh panitia dan diikuti oleh para alumni dengan warbiyasa.

RASULULLAH ﷺ “TIDAK TAHU” TENTANG DIRI SESEORANG

Kerendah-hatian dan kesopanan Rasulullah ﷺ ditunjukkan saat berinteraksi dengan Allah terkait dengan umatnya. “Maadzaa ujibtum?” Apa yang dijawab oleh kaummu atas seruanmu? Begitu kira-kira Allah menanyai para Rasul-Nya—termasuk Muhammad ﷺ—atas seruan keimanan dan perintah dari Allah kepada para manusia.

“Laa’ilma lanaa, innaka anta ‘allaamul ghuyuub.” Tidak ada pengetahuan bagi kami terkait dengan itu ya Allah, sesungguhnya Engkaulah yang mengetahui perkara ghaib.

Pertanyaan tersebut dilontarkan oleh Allah saat di akhirat nanti [qs. 7:6].

Para Rasul mengaku bahwa mereka tidak memiliki ilmu sama sekali jika dibandingkan dengan ilmunya Allah yang meliputi segalanya. Meskipun para Rasul “tahu” sesiapa yang mengikuti mereka sewaktu di dunia. Namun para Rasul hanya mampu melihat lahiriahnya saja dan tidak mengetahui bathinnya. Sedangkan Allah mengetahui dan mengawai segalanya. Anta ‘allaamul ghuyuub, “Engkaulah yang mengetahui perkara ghaib.”

***

Mari kita renungi [qs. 5:109] betapa kita—dibanding Allah dan para Rasul Nya—tidak memiliki pengetahuan apa-apa terkait pribadi orang lain, bahkan kepada diri sendiri pun kita sering tidak mampu menghitung-hitung. Maka bagi saya, sangat mengherankan betapa mudahnya kita menilai-nilai orang dengan apa yang mereka kenakan, dengan apa yang mereka ucapkan, dengan apa yang mereka lakukan. Padahal kesemuanya itu baru lahiriahnya saja. Benar adanya, bahwa pemberi rapor sejati bukan manusia melainkan Allah SWT, yang mengetahui dan mengawasi siapa diri kita sebenarnya.

Salam,

01 Agustus 2015

*diilmui dari Tafsir Ibnu Katsir juz 3 dalam qs. 5:109.

KE PASAR PAGI JAKARTA

Akhir pekan ini kemana?

Ke pasar pagi Jakarta.

Hari ini saya pergi ke pasar pagi Jakarta di kawasan Asemka, berdekatan dengan stasiun Jakarta Kota. Berderet-deret sepanjang kolong flyover di belakang museum bank mandiri letaknya.

Kawasan ini dikenal sebagai pusat mainan anak-anak dengan harga yang murah. Ada yang menjual lusinan sampai eceran. Lapak dan toko saling berhadap-hadapan sepanjang flyover. Sehingga kita mudah untuk membandingkan harga.

IMG_3520.JPG

IMG_3519.JPG

IMG_3521.JPG

IMG_3522.JPG

Tujuan saya ke pasar pagi adalah membeli RC (Remote Control) untuk keponakan. Sudah niatan membelikannya hadiah. Namun tipe yang saya cari tidak ada, yaitu replika mobil Hummer Bigfoot. Tapi karena sudah kepalang tanggung di sini, akhirnya saya membeli tipe Jeep berwarna merah lengkap dengan lampu sorot depan.

Harga yang ditawarkan beragam. Toko sebelah menawarkan Rp. 210 ribu, toko yang lain Rp. 190 ribu, sampai menemukan yang harganya Rp. 165 ribu. Jadi belanja di sini jangan terpaku oleh satu toko atau besar kecilnya toko, bahkan lapak yang kecil pun bisa memberikan harga yang jauh lebih murah dengan kwalitas yang sama.

Selain menyediakan mainan anak, di sini kita bisa membeli barang grosiran lainnya, seperti perlengkapan pesta, petasan, hingga souvenir pernikahan. Jika lapar di sini berjejer-jejer makanan. Komplit.

Jika hendak sholat, ada musholla di tengah flyover, dekat sungai yang saya tidak tahu namanya. Jika ingin sholat Jumat, ada sebuah masjid sederhana di belakang gedung Asemka.

IMG_3524.JPG

Ke tempat Fe.

Fe hari ini tidak libur, meski tanggal merah, meski sedang may day!

Setiap hari Fe bekerja. Senin-Minggu. Katanya dia bekerja tidak sekedar bekerja, baginya bekerja adalah ibadah, makanya dia ikhlas setiap hari bekerja. Salut deh.

Karena hari ini Fe bekerja, saya menunggu Fe balik kerja dulu tiga jam di bawah jembatan penyeberangan.

IMG_3523.JPG

‘Rezeki bekerja’ itu tidak hanya gaji semata. Bisa libur di tanggal merah, di hari sabtu, atau bisa berkumpul dengan keluarga pun adalah bentuk rezeki. Maka syukurilah.

Tapi bagi yang setiap hari bekerja, tetap bersyukur—karena masih bisa bekerja, atau masih ada hal-hal lain yang membuat kita bersyukur.

Karena tidak ada sabar selain bersyukur.

Salam,

01 Mei 2015

BELAJAR KEPADA AYYUB ‘ALAYHISSALAM ATAS SEGALA PAYAH DAN SIKSAAN

Adakah yang lebih tegar dan penyabar dari Ayyub ‘alayhissalam atas payah dan siksaan?

Bukan, bukan karena azab, melainkan ujian dan hujjah bagi kita semua kelak saat hari perhitungan. Ayyub ‘alayhissalam adalah pembanding atas menye-menye nya kita akan se-uprit ujian yang diderakan ke kita. Biar kini dan kelak, kita tidak pongah atas amal segala hal yang kita hitung-hitung baiknya.

Innaa wajadnaahu soobiron—sungguh kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar [qs. 38:44].

Kelak di hari kiamat—begitu Mujahid menerjemahkan ayat ini—orang-orang yang sakit akan didatangkan, lalu dikatakan kepada mereka, “Apa yang menghalangimu untuk beribadah kepada-Ku?” Mereka menjawab, “Duhai ya Rabb, Engkau telah menimpakan penyakit kepadaku.” Lalu didatangkanlah Ayyub di dalam sakitnya, kemudian Allah berkata kepada mereka, “Engkau kah yang lebih berat penyakitnya daripada orang ini? Penyakitnya tidak menghalanginya untuk beribadah kepada-Ku.”

Namanya Ayyub.

Ayyub bin amwash bin razah bin al ish bin ishaq bin ibrahim.

Ayahnya beriman kepada kekasih Allah—Ibrahim. Sementara ibunya adalah puteri dari nabi Luth ‘alayhissalam.

Ayyub hidup di masa nabi Ya’qub ‘alayhissalam. Isterinya adalah puteri dari nabi Ya’qub. Isterinya adalah wanita yang baik lagi penyabar. Ia selalu mendampingi Ayyub, bahkan ketika semua sisi kehidupan Ayyub penuh kegetiran.

Musibah demi musibah mendera Ayyub ‘alayhissalam.

Tapi dia adalah Ayyub, si penyabar yang kelak akan menjadi hujjah bagi kita.

Ujian itu bermula pada kekayaan yang dimiliki Ayyub. Lalu kepada keluarganya, tak tersisa.

Tapi dia adalah Ayyub, si penyabar yang kelak akan menjadi hujjah bagi kita.

Ujian berlanjut pada tubuhnya. Keseluruhan tubuhnya menjadi borok.

“Manusia yang pertama kali menderita cacar adalah Ayyub.” Begitu kata Mujahid.

Menjalar keseluruh tubuhnya. Tidak ada yang tersisa, kecuali lisan dan hatinya. Lambungnya, urat-uratnya, tulang-tulangnya, seluruh kulitnya gatal dan membusuk. Penduduk mengasingkannya. Keberadaannya ditolak oleh manusia, kecuali isterinya, yaitu binti afrayim bin yusuf bin ya’qub. Isterinya bolak-balik kepadanya di sebuah gubug pengasingan untuk membantu Ayyub ‘alayhissalam atas apa yang Ayyub butuhkan.

Tujuh tahun, Ayyub menderita sakit luar biasa.

Tapi dia adalah Ayyub, si penyabar yang kelak akan menjadi hujjah bagi kita.

“Annii massaniyadz dzurru.”—sungguh aku telah ditimpa penyakit [qs. 21:83].

Ya Allah, jika Engkau tahu bahwa aku tidak pernah tidur malam dalam keadaan kenyang sementara aku tahu tempatnya orang yang kelaparan, maka benarkanlah aku. Ya Allah, jika Engkau tahu bahwa aku tidak pernah mengenakan suatu pakaian pun sementara aku tahu tempatnya orang yang tidak berpakaian, maka benarkanlah aku. Ya Allah, aku tidak akan mengangkat kepalaku hingga Engkau menghilangkan apa yang menimpaku.

“Hendaknya engkau menyembelih anak kambing duhai Ayyub, maka engkau akan sembuh.” Kata isteri yang terbisiki.

Tapi dia adalah Ayyub, si penyabar yang kelak akan menjadi hujjah bagi kita.

“Jika Allah menyembuhkanku, niscaya aku akan mencambukmu seratus cambukan duhai isteriku. Karena engkau telah menyuruhku menyembelih untuk selain Allah.”

“Annii massaniyadz dzurru.”—sungguh aku telah ditimpa penyakit [qs. 21:83].

“Urkudz birijlik.”—hantamkam kakimu [qs. 38:42]. “Hadlaa mughtasal.”—inilah air untuk mandi [qs. 38:42].

Innaa wajadnaahu soobiron—sungguh kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar [qs. 38:44].

Allah menyembuhkan Ayyub. Ujian demi ujian menyempurnakan bukti penghambaanya.

Allah mengembalikan apa-apa yang menjadi kekayaannya, keluarganya, dan menambahkan kebahagiaan baginya.

Bahkan isteri Ayyub, terheran-heran dengan wajah nan rupawan Ayyub—yang dulu ia kenal terdera borok nan membusukkan. Namun janji tetap janji. Jika Allah menyembuhkannya, isterinya tercambuk seratus kali.

“Wakhudl biyadika dzightsan.”—dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput) [qs.38:44].

Itu adalah seikat rumput dan ilalang, demikian kata ibnu Qatadah. Para mufassir mengatakan, bahwa Allah mengganjar isterinya karena kebaikan kesabarannya, sehingga tidak menyakiti dalam cambukannya, Allah meringankannya.

Dan ingatlah akan hamba kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhannya: ‘Sesungguhnya aku diganggu syaithan dengan kepayahan dan siksaan.’ (Allah berfirman): ‘Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum’. Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang memiliki akal. Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar, dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhya dia amat taat (kepada Tuhannya). [qs. 38: 41-44]

Kepada seikat rumput itu, Ayyub cambukkan sekali kepada isteri yang terkasihi.

Maka adakah yang lebih tegar dan penyabar dari Ayyub ‘alayhissalam atas payah dan siksaan?

~

Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka. [qs. 23:111]

Salam,

24 April 2015

*diilmui dari Majelis Ibnul Jauzi hal. 326-351

AKHIR PEKAN KE INDONESIA OUTFEST 2015

IMG_3178.JPG

17.000 orang memadati @indoOUTFEST hari ini. Panitia, peserta, dan pengunjung dibuat tidak nyaman. Lokasi yang terpusat di hall utama menjadi penyebabnya. Panitia dari Berani Kreatif harus banyak belajar dari IKAPI yang mampu menyelenggarakan acara—Islamic Book Fair—di tempat yang sama namun jauh lebih rapi dan nyaman. Kuncinya adalah menyebar stan peserta ke berbagai lokasi.

Indonesia Outdoor Festival digadang-gadang sebagai acara terbesar di Indonesia bagi para pencinta alam dan traveling. Tahun ini adalah tahun pertama penyelenggaraan @indoOUTFEST—dengan antusias pengunjung yang sangat tinggi. Ada berbagai stan yang ada di @indoOUTFEST: adventure, outdoor, recreation, traveling, dan community. Tersedia juga panggung utama yang diisi dengan berbagai macam talkshow, seperti pengenalan WANADRI hingga hobi bersepeda jarak jauh.

IMG_3179.JPG

Hampir semua stan ramai dikunjungi, terlebih stan dari Great Outdoor yang menjual brand Deuter. Pengunjung dipaksa antri berderet-deret panjangnya—termasuk saya yang sekedar mencoba. Karena saking padatnya, pengunjung tidak dapat memilih dan mencoba barang yang hendak dibeli—suka, ambil, bayar di kasir. Antrian Deuter memakan waktu hampir dua jam—gila memang. Karena daya tarik potongan harga yang diberikan cukup besar, 50%. Pilih barang dari web Deuter.com harga yang ada silakan pangkas setengahnya. Jer basuki mowo beyo, ono rego ono rupo. Bagi saya brand Deuter tidaklah murah, meski sudah dipotong setengahnya.

IMG_3182.JPG

Selain brand Deuter, ada juga dari The North Face dan Fjällräven. Namun TNF sedikit sekali menyediakan tas backpack—barang yang sedang saya cari. Kebanyakan TNF menjual apparel—kaos, sepatu, dan jaket. Selain TNF dan Fjällräven, @indoOUTFEST diramaikan pula oleh brand lokal seperti Eiger, Forester, dan Consina. Semua stan padat pengunjung.

IMG_3180.JPG

Tips Berkunjung Ke Indonesia Outfest

Apa yang perlu anda siapkan untuk mengunjungi acara ini? Pertama adalah uang, uang adalah sarana penting dalam acara ini, kalau bisa sediakan dalam bentuk tunai. Kedua adalah registrasi online, oleh panitia, para pengunjung diwajibkan registrasi terlebih dahulu. Silakan online seminggu sebelumnya, atau registrasi langsung ditempat. Saya sarankan anda registrasi online saja, agar bisa langsung masuk ke acara. Semua gratis, tidak dipungut biaya. Saya sendiri tidak tahu kenapa panitia melakukan proses registrasi segala—semoga tahun depan proses registrasi dapat dihapus, dan pengunjung dapat masuk-keluar dari pintu mana saja, tidak terpusat. Hal ini akan mengurai pengunjung, sehingga tidak berdesak-desakan. Ketiga, buat daftar barang yang hendak dibeli. Hal ini akan memfokuskan anda dalam berbelanja untuk menekan cost barang yang tidak direncanakan. Keempat, jika anda bisa mencoba barang yang anda beli, jangan malu-malu untuk mencobanya. Karena barang yang anda beli bukanlah barang yang murah. Hal ini untuk memastikan bahwa barang yang anda beli adalah barang yang anda butuhkan.

IMG_3183.JPG

Acara ini layak untuk diadakan tiap tahun—dengan peserta dan acara yang lebih variatif, baik dari lokal maupun luar negeri.

Salam,

03 April 2015

AS-SAWAD AL A’ZHAM (KELOMPOK BESAR); JAMA’AH; DAN DEMOKRASI

Di era demokrasi ini sudah barang tentu yang paling banyak dan paling besar adalah yang menang. Tidak hanya di dunia politik, bahkan hampir di seluruh sendi kehidupan.

Tiap-tiap mereka yang asing, menyendiri, kecil, tidak populer, dan berbeda dari yang kebanyakan, selalu ditafsirkan negatif, nyleneh, sesat, dan tidak mungkin akan menang.

Hal ini sangat besar kemungkinan disalah gunakan.

Senjata paling kekar saat ini adalah media. Siapapun yang dapat menggiring opini masyarakat, ummat, jama’ah, dialah yang akan menang—konsekuensi dari demokrasi yang tidak jelas.

Apa Yang Dimaksud Dengan Jama’ah

“Aku pernah menemani Mu’adz di Yaman.” demikian Amr bin Maimun Al-Audi berkata di dalam Bab Rahasia Hati Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. “Aku lalu berpisah dengannya ketika ia meninggal dunia dan dikubur di Syam. Sesudah Mu’adz meninggal, aku menemani manusia yang paling ahli fikih, yaitu Abdullah bin Mas’ud r.a. Aku mendengar ia berkata, ‘Hendaklah kalian berpegang teguh kepada jama’ah, karena tangan Allah berada di atas jama’ah.’ Pada hari yang lain, aku mendengar Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata, ‘Suatu saat nanti akan datang kepada kalian pemimpin-pemimpin yang menunda shalat dari waktunya, maka shalatlah tepat pada waktunya, karena shalat adalah kewajiban, kemudian shalatlah bersama mereka, karena ia ibadah sunnah bagi kalian.'”

Amr bin Maimun Al-Audi melanjutkan, “Aku kemudian berkata, ‘Hai sahabat-sahabat Muhammad, aku tidak tahu apa yang kalian katakan kepada kami? Apa maksudnya? Engkau menyuruhku berpegang teguh kepada jama’ah dan menganjurkanku kepadanya, kemudian engkau mengatakan, ‘Shalatlah sendiri, karena shalat adalah kewajiban fardhu, kemudian shalatlah bersama jama’ah, karena ia adalah ibadah sunnah?'”

Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata, “Hai Amr bin Maimun, aku pikir engkau manusia yang paling ahli fikih di desa ini. Tahukah engkau yang dimaksud dengan jama’ah?”

Amr bin Maimun menjawab, “Tidak.”

Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata, “Sesungguhnya jama’ah adalah sesuatu yang sesuai dengan kebenaran, kendati engkau sendirian di dalamnya.”

Nu’aim bin Hammad berkata, “Maksudnya, jika jama’ah telah rusak, maka engkau hendaknya berpegang teguh kepada sesuatu yang ada pada jama’ah sebelum jama’ah itu rusak, kendati engkau sendirian di dalamnya, karena sesungguhnya ketika itu engkau adalah jama’ah.”

Abu Syamah dan Mubarak dan Hasan Basri berkata, “Sunnah, dan Dzat yang tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, berada di antara orang yang berlebih-lebihan dengan orang yang keras, maka bersabarlah terhadap Sunnah. Mudah-mudahan kalian dirahmati oleh Allah. Sesungguhnya pengikut Sunnah jumlahnya sedikit pada zaman sekarang dan zaman yang akan datang. Mereka tidak ikut-ikutan dengan orang-orang mewah dalam kemewahan mereka dan orang-orang ahli bid’ah dalam bid’ah mereka. Mereka bersabar terhadap Sunnah mereka hingga mereka berjumpa dengan Allah. Kalian hendaknya seperti itu.”

Muhammad bin Aslam At-Tusi adalah seorang imam yang diakui keimamannya. Kedudukannya tinggi, dan merupakan manusia yang paling konsekuen dengan Sunnah pada zamannya. Ia berkata, “Tidaklah aku mendapatkan Sunnah Rasulullah ﷺ melainkan aku segera mengamalkannya. Sungguh, aku terbiasa thawaf di Baitullah di atas kendaraan. Ketika aku dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba salah seorang dan orang berilmu pada zamannya ditanya tentang maksud as-sawad al a’zham (kelompok besar) yang disebutkan di dalam hadits, ‘Jika manusia berbeda pendapat, maka kaliam berpegang teguh kepada as-sawad al a’zham (kelompok besar).’ Orang berilmu tersebut lalu menjawab, ‘Muhammad bin Aslam At-Tusi as-sawad al a’zham (kelompok besar).'”

~

Yang perlu saya garis bawahi di sini bahwa yang disebut jama’ah; ummat; bahkan demokrasi adalah segala sesuatu yang bersesuaian dengan kebenaran—yang tidak berdimensi kepada kebenaran orang banyak ataukah kebenaran beberapa orang.

Di sinilah tugas kita untuk menjaga mripat kita agar mampu melihat sejatinya kebenaran.

Salam,

08 Maret 2015

SUKA CITA KEMATIAN

IMG_2597.JPG

Tulisan dibawah ini (termasuk tulisan-tulisan lainnya yang saya tulis: baik yang berserakan di whatsapp, dll sampai yang saya usahakan susun rapi di blog) tidak bermaksud untuk mempengaruhi cara pandang anda terhadap segala hal yang saya tulis, terlebih-lebih untuk menyinggung anda. Semua tulisan saya, fokus negatifnya adalah diri saya sendiri, sementara fokus positifnya adalah orang-orang yang saya kagumi—termasuk anda.

Suka Cita Kematian

Di ‘Hari Kematian’ sebagian masyarakat Meksiko merayakannya dengan jamuan dan festival di pekuburan. Di Tana Toraja kematian seseorang lebih meriah dibandingkan pesta kelahiran atau pesta pernikahan. Pemudanya sibuk menyembelih babi kemudian menampung darahnya di batang bambu, sementara para ibu memasak daging di wajan-wajan besar. Sebagian besar sisanya duduk-duduk di bawah tongkonan—rumah adat mereka— lalu asyik melihat sorak-sorai penduduk lainnya mengadu kerbau milik keluarga yang meninggal.

Di Batak ketika status kematiannya adalah saur matua, maka diadakanlah pesta. Ada organ yang berdenting, ada nyanyian yang menggenapi, ada tuak yang melengkapi. Keperluan teknis upacara, dan hal-hal di dalamnya diatur sedemikian rupa, menjadilah atmosfer kematian meriah adanya—kesedihan tergantikan kesibukan pesta.

Tentu yang saya maksud bukanlah suka cita demikian—dan tentu saya tidak bermaksud mengejek saudara saya di Tana Toraja atau di Batak atau di wilayah lain yang mengadakan upacara yang serupa.

~

“Mengapa aku harus tidak suka dibawa menghadap Dzat yang semua kebaikan terlihat berasal darinya?”

Pertanyaan retoris itu disampaikan oleh seorang badui yang sedang sakit, ia diberitakan akan meninggal lantaran sakitnya. Sebelum mengatakan hal tersebut ia bertanya, “Aku akan dibawa kemana?” “Menemui Allah.”

Amboi, siapakah yang tidak bersuka cita menemui Dzat yang menciptakannya?

Tentu tidak serta merta setiap manusia jika dipertemukan kepada Allah hatinya akan riang. Ada juga sebagian darinya yang ketakutan.

Lawakan Kematian

Anda pasti tahu Sule, Andre, atau setidaknya Srimulat. Beberapa scene lawakan mereka adalah lawakan kematian.

Pada saat adegan mati—karena lawakan—matinya tidak langsung jatuh bruk, mereka sapu dulu itu panggung, membersihkannya, lalu merebahkan diri pelan-pelan. Rileks dan tenang. Kematiannya dipersiapkan dengan baik—agar gelegak tawa memenuhi studio panggung mereka.

Tafakkur (perenungan) bagi saya tidak berdimensi, tidak tersekat oleh hal baik atau hal buruk, hal serius ataukah sekedar lawakan. Tafakkur bagi saya adalah tentang cara berpikir mengenai sesuatu hal yang kemudian diformulakan untuk kebaikan—diri sendiri maupun orang lain.

Hanya orang yang telah mempersiapkan kematiannya dengan baik yang akan bersuka cita menyambut kematiannya, sebagaimana riwayat badui di atas.

Persiapan akan kematian tidak sesaat saja, namun ia berproses selama hidupnya. ‘Ya Rasulullah, ceritakanlah kepadaku sebuah perkara yang dapat aku pegang.’ Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Katakanlah, ‘Rabb-ku adalah Allah’, kemudian istiqamahlah.’

Di dalam Qs. Fushshilat [41]: 30-32, ketika datang kematian, demikian yang tertulis di dalam Tafsir Ibnu Katsir, para Malaikat mengatakan: allaa takhaafuu, janganlah kamu merasa takut—yaitu dari perkara akhirat yang akan dihadapi, wa laa tahzanuu, dan janganlah kamu merasa sedih—atas perkara dunia yang ditinggalkan, berupa anak, keluarga, ataukah harta. Wa absyiruu bil jannatil kuntum tuu’aduun, dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kemudian mereka diberikan kabar gembira dengan hilangnya keburukan; dan tercapainya kebaikan.

Tidak ada satu pun peristiwa besar yang ditakuti manusia pada hari Kiamat, kecuali hal itu bagi seorang Mukmin merupakan penyejuk jiwa—karena hidayah yang telah diberikan Allah kepadanya dan karena perbuatan baik yang dilakukannya di dunia.

Di dalam hadits Ibnu Abi Hatim, Zaid bin Aslam berkata: “Mereka (para Malaikat) memberi kabar gembira ketika kematiannya; di dalam kuburnya; dan ketika dibangkitkan.”

Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang mencintai perjumpaan dengan Allah, niscaya Allah cinta menjumpainya. Dan barangsiapa yang membenci perjumpaan dengan Allah, niscaya Allah akan membencinya.”

Di dalam terusan hadits tersebut Rasulullah ﷺ bersabda, “… Jika seorang Mukmin berada dalam detik kematiannya, maka datanglah kabar gembira dari Allah Ta’ala tentang tempat kembali yang ditujunya. Maka tidak ada sesuatu (pun) yang lebih dicintainya daripada menjumpai Allah Ta’ala, maka Allah pun cinta menjumpainya. Dan sesungguhnya orang yang jahat atau kafir jika berada dalam detik kematiannya, maka datanglah berita tentang tempat kembali yang dituju berupa keburukan atau apa yang akan dijumpainya berupa keburukan, lalu dia benci bertemu dengan Allah, maka Allah pun benci menemuinya.” (Hadits ini shahih dan tercantum dalam kitab Shahih dari jalan yang lain).

Dalam hadits lain, Haiwah bin Syuraih mengabarkan kepada kami dari Abu Shakhr dari Muhammad bin Ka’b Al-Qurazhi, dia berkata, “Jika nafas terakhir seorang hamba sudah terkumpul di mulutnya hendak keluar, maka malaikat mendatanginya dan berucap, ‘Semoga keselamatan senantiasa tercurah untukmu, wahai kekasih Allah. Allah mengucapkan salam untukmu.’ Setelah itu malaikat tersebut mencabut nyawanya, sesuai dengan ayat ini, ‘(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka), “Salaamunalaikum, masuklah kamu ke dalam syurga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan.”‘ (Qs. An-Nahl [16]: 32)”

Dikabarkan pula suka cita orang-orang yang telah meninggal, dalam pembahasan Qs. Ibrahim [14]: 27, di dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan dimana para hamba yang memiliki jiwa yang baik, ruhnya keluar dengan wewangian kemudian diantar sampai langit ketujuh kemudian ditetapkannya sebagai penghuni ‘Illiyyin, lalu setelah itu dikembalikan lagi ke bumi kedalam jasadnya, lalu datanglah malaikat bertanya, setelah itu dilapangkan alam kuburnya, bergembira di dalamnya, kemudian hamba tersebut menginginkan segeranya Kiamat, “Ya Rabb, jadikanlah Kiamat, jadikanlah Kiamat (hari ini juga), supaya aku dapat kembali bertemu dengan keluarga dan harta bendaku.”

Adapun hamba yang tidak baik, berkebalikan, bau busuk memenuhinya, dan ia tidak diijinkan hingga langit ketujuh (lihat qs. Al-A’raaf: 40) kemudian ia dicampakkan dengan keras ke dasar bumi paling bawah yang bernama Sijjin (lihat qs. Al-Hajj: 31) lalu ruhnya dikembalikan ke jasadnya, kemudian ditanyai para Malaikat, setelah itu sempitlah alam kuburnya, dan ia berkata, “Ya Rabb, jangan engkau jadikan hari Kiamat.”

Dan masih banyak lagi riwayat-riwayat ketika orang mengalami sakaratul maut, hingga ke alam kuburnya.

Sudah semestinya kita sambut kematian dengan suka cita, dan berbaik sangka, karena ini sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ. “Jangan sekali-kali salah seorang dari kalian meninggal dunia melainkan dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah.” (HR. Muslim 17/209, dan Abu Dawud 2097)

Sebagaimana para pelawak mempersiapkan kematiannya—di atas panggung lawakan: dengan baik, rileks, dan tenang.

Hidup ini memang sendau-gurau, namun ingat, seorang pelawak melakukan pekerjaan sendau-guraunya dengan keseriusan yang optimal.

~

“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati yang ridha lagi diridhai-Nya.” (qs. 89: 27-28). Ia ridha kepada Allah, dan Allah ridha kepadanya serta menjadikannya selalu ridha.

“Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam Jannah-Ku.” (qs. 89: 29-30) yang demikian itu dikatakan kepada hamba-Nya saat sakaratul maut dan pada hari Kiamat kelak, sebagaimana para Malaikat menyampaikan berita gembira kepada orang Mukmin saat sakaratul maut dan ketika bangkit dari kuburnya.

ShadaqalLahul adzim.

Salam,

06 Maret 2015