ALLAH DAN RASULULLAH, ITU SAJA

Kita lahir sendiri, hidup bersama, lalu mati sendiri. Tidak ada orang yang memikul tanggung jawab kita. Maka di antara kita dan Allah jangan sampai ada siapapun kecuali Rasulullah ﷺ. Jangan ada kiai, syekh, mursyid, negara, dan apapun yang menghalangi.

— Muhammad Ainun Nadjib

LILLAH; BILLAH; FILLAH SECARA KAFFAH

Tulisan ini sebenarnya merupakan reaksi saya kepada pimpinan pembangunan SDIT dan tokoh majlis suatu organisasi Islam legal di bawah naungan MUI, yang mana pada malam itu sedang membahas bantuan pengadaan komputer dari sebuah instansi bank konvensional.

Saya share di sini, dan saya ijinkan orang lain untuk membacanya.

Prolog:
Organisasi Islam tersebut hendak membangunan sebuah SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) berlantai tiga di daerah dimana saya bekerja. Pada bulan Agustus lalu mengajukan proposal bantuan pengadaan komputer dalam program BRI PEDULI. Singkat cerita, proposal tersebut tembus, dan program BRI PEDULI siap membantu. Dengan beberapa syarat.

Ketika pembahasan mengenai perlengkapan pencairan dana telah selesai, jiwa brandal saya tiba-tiba menggoda untuk masuk dan memberikan pendapat ke panitia maupun ketua majlis (cabang) agar menolak bantuan tersebut.

Menolak bantuan dana yang sudah di depan mata? Gila.

Berikut adalah tulisan, yang saya sampaikan di dalam grup whatsapp kepanitiaan pembangunan SDIT. Saya share, agar tulisan tersebut dapat diambil ilmunya. Sebagai cermin diri bahwa pengamalan LiLlah, BiLlah, FiLlah secara Kaffah memang amat susah (baca: butuh perjuangan.)

****

Bagaimana bisa SDIT meminta bantuan kepada suatu instansi yang menjalankan bisnisnya dengan riba, sementara bapak-bapak setiap minggunya, setiap waktunya meneladankan kepada saya dan warga yang lainnya agar sebisa mungkin menghindari riba.

Islam adalah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Hendaknya para pembimbing dan kita semua agar ikhlas, sadar, paham terhadap Islam, mau-mampu membela Islam, berjihad fi sabilillah, menegakkan hukum-hukum-Nya, dan tidak mempedulikan celaan bahkan bantuan dari instansi atau orang lain (yang mana kita sadar) bantuan tersebut berasal dari hal yang tidak thayyib.

Bukankah begitu yang diteladankan oleh ustadz-ustadz di M? Islam secara keseluruhan.

Bukan menjadikan Islam pecah-pecah. Ambil sebagian, abaikan sebagian. Ada yang fokus kepada pendidikan penyucian jiwa (tauhid), tapi sebaliknya meremehkan perintah untuk beramar makruf dan nahi mungkar. Ada yang fokus kepada simbol-simbol Islam, memelihara jenggot maupun berjilbab, namun di sisi lain mengabaikan penegakan kalimat Allah melalui hukum-hukum Allah. Ada yang fokus untuk memberikan pengarahan kepada pelajaran agama, tetapi meremehkan aspek dakwah dan gerakan jihad. Dan menganggap, dengan hal itu ia telah menolong Islam serta memasyaratkan Islam kepada masyarakat.

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhan),”

Saya tidak tahu dan tidak paham, apakah ayat tersebut ditujukan kepada orang lain ataukah kepada saya, ataukah kepada tiap-tiap mukmin.

“dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu.” (Qs. 2:208)

SDIT ruhnya adalah Islam, berangkat dari nilai-nilai Islam. Asal dan tujuannya adalah LiLlah, BiLlah, FiLlah. Maka sudah semestinya harus dilahirkan dan dibesarkan dengan hal-hal yang halal dan dengan hal-hal yang thayyib.

Saya mohon maaf sebelumnya, jika sekiranya tulisan ini mengendurkan perjuangan bapak-bapak. Saya mengingatkan ini bukan berarti saya mampu untuk membantu SDIT dengan kisaran dana tersebut. Namun tulisan ini sebagai bentuk ikhtiar saya untuk saling mengingatkan. Pendapat ini boleh diambil boleh juga tidak, karena saya tidak mengerti betul tentang riba. Boleh jadi tulisan ini hanyalah godaan syaithan kepada saya agar bapak-bapak menolak bantuan tersebut. Akhirnya kita tidak mendapatkan apa-apa.

Namun saya yakin, insyaAllah warga M siap bergotong royong membantu SDIT dalam hal pengadaan komputer dan lain-lain melalui jalan yang halal dan thayyib, karena SDIT telah menjadi misi perjuangan tiap-tiap warga M khususnya, dan perjuangan Muslimin seluruhnya.

Kalau toh Allah tak karuniakan nilai sebesar itu, semoga Allah karuniakan hal lain, yang lebih tepat bagi kita semua, terserah Allah mau bagaimana, bisa jadi Allah karuniakan kesabaran kepada kita sehingga kita mampu berhati-hati dan mengamalkan yang Allah perintahkan di dalam Al-Qur’an dan mengamalkan suri tauladan Rasulullah SAW dan suri tauladan para sahabat yang terekam di dalam hadits-hadits, atsar-atsar, maupun sirah-sirah mereka.

Sehingga pada proses dan ujungnya tergapailah keberkahan, yang Allah limpahkan kepada kita semua, dari kanan-kiri, atas-bawah, depan-belakang, dan dari segala penjuru kehidupan kita. InsyaAllah.

~

Diantara cara terbaik untuk menjaga nikmat dan bersyukur kepada Allah adalah tidak menjadi pembela atau penolong mereka yang berbuat kesalahan, kekeliruan, dan kemaksiatan.

Allah SWT telah berfirman:

Musa berkata: “Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tidak akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.” (QS. Al Qashash [28]: 17)

Mohon maaf atas kekerdilan ilmu dan kelancangan pendapat saya ini.

***

Saya menulis kemarin malam jam 23, diilmui dari buku Tarbiyatul Aulad fil Islam dan tumblr tweet ulama dan mengechecknya di Tafsir Ibnu Katsir.

Dan saya share disini bukan untuk mengkritik teman-teman yang bekerja di bank konvensional. Maupun prasangka buruk lainnya. Tiap-tiap kita memiliki keyakinan dalam pilihannya masing-masing.

Kalimat ‘agar sebisa mungkin menghindari riba’ saya maksudkan bahwa kita tak sepenuhnya berkuasa atas sistem di dalam kehidupan ini, misal: kita bekerja atau kuliah dimana pihak perusahaan maupun kampus telah bekerjasama dengan bank konvensional, tentu dalam kasus ini ada keterbatasan untuk memilih. Namun di aspek lain dimana kita berkuasa untuk memilih, sudah barang tentu kita memiliki kewajiban untuk memilih yang halal dan thayyib.

SDIT dalam hal ini memiliki kekuasaan untuk memilih, karena sedang tidak terjebak dalam sistem orang lain.

Kalimat yang lain semisal ‘Allah karuniakan kesabaran’ saya maksudkan bahwa, seringkali kita terjebak di dalam ketidaksabaran. Seorang pemuda-pemudi karena tidak sabar, melampiaskan hasrat cintanya kepada pasangan melalui jalan yang haram, pacaran misalnya. Padahal hasrat cinta pada dasarnya adalah fitrah tiap-tiap manusia. Seseorang pekerja di bank konvensional, pada mulanya juga tidak sabar dalam prinsipnya mengenai riba, sehinga saat diterima menjadi pegawai ia pasrah saja melakukan hal yang bertentangan dengan hatinya. Seseorang mencuri, korupsi, merampok, menipu, dll dilakukan karena ketidaksabarannya bekerja secara halal. Dan masih banyak contoh lain, bahwa kesabaran adalah karunia yang luar biasa, ia adalah bagian sari senjata utama seorang mukmin selain syukur.

Demikian tulisan ini saya share, semoga ada manfaat.

12 September 2014

Salam,

Yang Perlu Dinasihati

*LiLlah (karena Allah); BiLlah (dengan pertolongan Allah); FiLlah (di atas syariat Allah).

TUAN JATUH CINTA PUAN

IMG_0556.JPG

Kenapa tuan tertawa? Tuan sedang baca apa?

Bacalah ini, kau akan tertawa juga.

Tidak tuan, saya sedang tak minat membaca malam ini. Jika tuan berkenan, bacakan apa yang tuan tertawakan.

Hha. Kau selalu begitu. Mempermalukanku. Padahal ini kitabmu sendiri.

~

1 UNREAD MESSAGE
Aku sangat berharap dimudahkan untuk memperoleh isteri yang shalihah. 20:10

Satu jam yang lalu tuan bercerita. Tuan pernah mengirim satu pesan kepada puan yang ia suka.

“Aku mengutip kalimat tersebut dari Ibnu ‘Abbas yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari.” Kata tuan. Tuan tertawa.

Kodenya tak berhasil. Puan baru membacanya.

(Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita itu dengan sindiran. Dan tidak juga berdosa jika kamu lebih memilih menyembunyikan keinginanmu itu di dalam hatimu saja.)

Kubilang lantang, atau kupendam dalam diam. Tetap saja kusebut dia cinta.

Tuan menukil kata.

(Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut namanya.)

Tuan bercerita. Kodenya tak berhasil tak apa. Karena perbuatan ini tak menuai dosa.

Tuan tertawa.

Aku tanyakan mengapa.

Tuan bercerita. Banyak dari kita yang memiliki kitab yang sama, lebih memilih dosa dalam proses jatuh cintanya.

“Aku benar-benar mencintaimu. Berjanjilah kepadaku bahwa engkau tidak akan menikah dengan laki-laki lain.”

“Janganlah engkau meninggalkanku, karena aku pasti akan menikahimu.”

Tuan mengambil kata dari Ibnu ‘Abbas yang diriwayatkan oleh ‘Ali bin Abi Thalhah. Dan tuan mengambil kata juga dari riwayat Mujahid untuk kalimat terakhirnya.

(Tetapi janganlah kamu mengadakan janji nikah dengan mereka secara rahasia.)

Abu Majlaz, Abu Sya’tsa’, Jabir bin Zaid, al-Hasan Bashri, Ibrahim an-Nakha’i, Qatadah, adh-Dhahhak, Rabi’ bin Anas, Sulaiman at-Taimi, Muqatil bin Hayyan, dan as-Suddi mengatakan itu zina.

Tuan terheran. Banyak pemuda melegalkan yang diharamkan. Mempersulit yang dihalalkan.

(Kecuali sekedar mengucapkan kepadanya perkataan yang ma’ruf.)

“Sesungguhnya aku tertarik kepadamu.”

Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Sa’id bin Jubair, as-Suddi, ats-Tsauri, dan Ibnu Zaid mengatakan kata demikian dan semisal yang ma’ruf lainnya diperbolehkan untuk pelamaran.

Sekarang aku yang tertawa.

Tuan tertawa.

Kita berdua tersindir kitab yang sama.

Hha.

~

05 September 2014

*kalimat di dalam kurung diambil dari surah ke-2, ayat ke-235. Kalimat penukilan lainnya diambil dari hadits yang ditulis di dalam Tafsir Ibnu Katsir. Ayat tersebut bercerita tentang lamaran, khususnya kepada wanita yang pernah menikah. Namun saya hubungkan ke dalam problematika jatuh cinta remaja dewasa ini.

SUNGGUH-SUNGGUH DAN MAIN-MAIN

Ada tiga perkara yang bersungguh-sungguhnya dianggap sungguh-sungguh; dan main-mainnya pun dianggap sungguh-sungguh, yaitu: nikah, talaq, rujuq. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah ﷺ)

ولا تتّخذوا ءايت الله هزوا
Dan janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah sebagai permainan. (QS. 2:231)

05 September 2014

MEREKA YANG BERDOA UNTUK ANDA

Ada sih banyak kasus, dimana saudara sama sekali tidak pernah mengundang Allah datang. Saudara asyik saja dengan kebodohan saudara. Berikhtiar tanpa melibatkan-Nya. Namun disadari atau tidak, Allah tetap masuk dan membantu.

Ternyata tanpa saudara tahu, ada orang di sekeliling saudara yang meminta Allah. Bisa saja orang tersebut adalah istri saudara, suami saudara, anak-anak saudara, orang-orang tua saudara. Atau kawan saudara dan guru saudara.

Mereka berdoa dengan tulus untuk saudara, padahal saudara sendiri ga berdoa untuk diri saudara sendiri. Hhe. Ketulusan mereka membuat saudara kemudian ditolong Allah.

Subhaanallaah.

— Dikutip dari pak Yusuf Mansyur dalam buku Kuliah Tauhid.

3 September 2014