Takbirmu, ruku’mu, i’tidalmu, sujudmu, hingga salammu engkau gerakkan secara otomatis.
Engkau tak perlu takut ruku’mu akan nyasar menjadi sujud, bacaan i’tidalmu akan nyasar menjadi bacaan takhiyat, engkau tak perlu takut.
Karena tubuhmu akan selalu bergerak dengan bacaannya lengkap, meski jiwamu tak pernah bergerak takbir; meski jiwamu tak pernah membaca salam.
Di dalam sholat autopilot, engkau perbolehkan jiwamu berlarian. Kadang engkau membawanya di area kerja, area cinta, area hobi, area keluarga, hingga ranah remeh temeh seperti kunci mobil yang terselip entah dimana.
Duh, mungkin engkau bukan satu-satunya yang menghidupkan mode autopilot di dalam sholat.
Tapi saranku: jangan terlaru sering untuk menghidupkan mode ini.
Apakah engkau tidak ingin jiwamu sesekali sholat, menghadap sebenar-benarnya kepada Rabbmu? Aku yakin engkau akan mengangguk mengiyakan.
Aku merasakan bahwa jiwamu sangat rindu untuk bertemu Rabbmu.
Marilah pelan-pelan hentikan sholat autopilot mu.
Hadirkan jiwamu, hadapkan kepada Rabbmu.
Aku yakin dalam penerbangan spiritualmu, engkau akan takjub melihat kekuasaan Rabbmu.
Bukankah engkau mendengar dan membaca kisah-kisah orang dahulu? bahwa mereka sholat sampai menangis lega, sampai kedua telapak kakinya pecah, ruku’-sujudnya lama begitu luar biasa.
Bukankah memang demikian adanya, jika kita bertemu dengan Kekasih? Berwajah bahagia dengan jiwa yang tenang.
Bukan kantuk dan malas.
~
Adh-Darimi (Sunan Adh-Darimi, 1/87-88) meriwayatkan dari Abu Ad-Darda’, dia berkata: Kami pernah bersama Rasulullah ﷺ. Kemudian beliau ﷺ mengarahkan pandangannya ke langit, lalu berkata: “Ini adalah waktu ilmu dicabut dari umat manusia, hingga tidak ada yang bisa dimiliki sedikitpun darinya.” Mendengar itu Ziyad bin Lubaid Al-Anshari berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimana bisa ilmu dicabut dari kami, padahal kami telah membaca Al-Qur’an. Demi Allah, pasti kami membacakan Al-Qur’an kepada istri-istri kami dan anak-anak kami.” Beliau ﷺ lalu bersabda: “Ibumu adalah tebusanmu, wahai Ziyad, aku menganggapmu termasuk ahli fikih Madinah. Taurat dan Injil ini pun dibaca oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, tapi apa yang bisa dilakukan dengannya oleh mereka.”
Setelah itu Jubair berkata: Aku kemudian bertemu Ubadah bin Ash-Shamit, dia berkata: Aku berkata, “Tidakkah engkau mendengar apa yang dikemukakan oleh saudaramu Abu Ad-Darda’?” Kemudian aku mengatakan apa yang ia katakan. Setelah itu dia berkata: “Abu Ad-Darda’ memang benar, kalau kamu mau, aku akan menceritakan kepadamu ilmu yang pertama kali diangkat dari umat manusia, yaitu kekhusyukan. Hampir setiap kali memasuki masjid jamaah, engkau tidak melihat ada seorang pun yang khusyuk di dalamnya.” (Saya ambil dari penjelasan hadist bersanad dha’if yang berbunyi: Dia–Abu Bakar–juga mengabarkan kepada kami dari Dhamrah bin Hubaib, bahwa Rasulullah ﷺ berkata, “Sesungguhnya yang pertama diangkat dari umatku adalah sifat amanah dan khusyu’ hingga hampir tidak ditemui lagi orang yang khusyu’.”)
Sufyan mengabarkan kepada kami dari Abdullah bin Abi Lubaid, dari Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, dari Abdullaj bin Dhamrah As-Saluli, dari Ka’b, dia berkata, “Apabila seorang hamba shalat, maka Allah akan menyambutnya. Namun apabila dia menoleh, maka Allah pun memalingkan diri darinya.” (Atsar ini mauquf pada Ka’b bin Al-Ahbar, salah seorang sahabat Nabi ﷺ dengan sanad shahih)
*ilmu diambil dari buku Zuhud karya Ibnu Al Mubarak, jilid 1, hal. 364 dan hal. 295