Atas secuil ujian yang tak berbanding lurus dengan apa yang telah aku usahakan.
Buru-buru kupersalahkan kehendak Tuhan.
Menyangka terhadap-Nya dengan bermacam prasangka. Menyangka yang tidak benar kepada-Nya.
“Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepadaku melainkan tipu-tipu!” (qs. 33:12).
Padahal yang ada adalah kecemasan yang datang dari dalam diri sendiri saja (qs. 3:154).
~
Betapa aku ini amat kerdil taqwanya; amat culas ibadahnya: amat munafik bathinnya.
Mengukur rizqi linier saja; hanya berupa harta dan kemudahan hidup saja.
~
“Bertaqwalah kepada Allah, Allah akan adakan jalan keluar; Allah akan ulurkan rizqi-Nya dari arah yang tidak kamu sangka-sangka.” (qs. 65: 2-3).
Mahasuci Allah yang tidak pernah menyalahi janji-janji-Nya.
Sebab Sa’d ibn Mu’adz yang bergelar ‘terkasih’; yang ibadahnya amat total; yang taqwanya tidak diragukan, hartanya itu-itu saja. Meski keras ia bekerja; berkapal muka tangannya; pecah guratan genggamannya, ia redha pada apa-apa yang diperolehnya.
Kalau saja redha Allah itu terletak pada mudahnya hidup dan gemilangnya harta, tentu Rasulullah tak sampai berdarah pelipisnya, tak sampai rompal gigi serinya, tak sampai melilit perutnya, tak sampai termiskin kehidupan dunianya.
Kalau saja redha Allah terletak pada mudahnya hidup dan gemilangnya harta, tentu makhluq yang mendurhakai-Nya telah punah keberadaannya.
Di dalam Islam mudah sukar, miskin gemilang tidak jadi ukuran atas keredhaan Allah.
Abdurrahman bin ‘Auf berkemudahan dan bergemilang kehidupan dunianya. Terkaya pada masanya. Namun terjamin sebagai makhluq surga.
‘Ali bin Abi Thalib maharnya hanya dari jualan baju besi pemberian; perabotan rumah tangganya tak bermacam; Alas tidurnya hanya satu lembar saja. Namun baginya juga terjamin surga.
Apapun yang ditimpakan dan dikaruniakan Allah kepada mereka, mereka redha pada Allah, dan Allah redha pada mereka.
~
Hanya orang tak bersabar yang menghalalkan yang haram.
Haram-haram yaa Qolu (haram-haram ya tertelan).
Dunia adalah ladang penghambaan.
Berkarya dan berketekunan adalah cara meraih cinta-Nya.
Karena yang paling penting bukan pendakuan kita cinta kepada Allah, namun cintakah Allah kepada kita.
09 Agustus 2014
*dipost ulang di 28 November 2014.