MUNAFIK

“Lho, saya kan tidak pernah meminta anda untuk menafsirkan diri saya seperti apa. Kalau anda kecele, itu bukan urusan saya. Lha wong saya ini sebenarnya munafik kok, lha kok anda menteorikan saya ini orang baik. Piye tho? Hhe.”

Anda akan menjumpai orang yang lebih banyak lagi seperti saya, entah itu di masjid-masjid, di tempat umum, di sekolah, di kantor, di gedung pemerintahan, di tv, dimana pun anda berada. Tapi tidak termasuk anda. Anda kan orangnya hebat, jujur dan konsisten antara wajah; ucapan; tindakan; hati; dan tujuan. Beda dengan saya.

Tujuan dan cara harus saya bolak-balik sesuai dengan apa yang pada momentum tertentu memberi saya laba. Mana tujuan mana cara, harus patuh pada kepentingan saya. Saya hampir tidak pernah melakukan suatu perbuatan apa pun yang saya maksudkan benar-benar untuk perbuatan itu sendiri. Hati saya penuh pamrih tersembunyi, pikiran saya sarat strategi penipuan, tak hanya kepada orang lain, tapi juga kepada diri saya sendiri.

Kalau saya shalat, bukan saya benar-benar shalat. Itu saya ngakali Tuhan. Shalat saya hanya alat untuk mencari kemungkinan tambahan agar tercapai kepentingan tertentu yang saya simpan diam-diam dan anda tak boleh tahu. Misalnya, shalat saya bertujuan agar cita-cita saya tercapai, di bidang kekuasaan, kenaikan pangkat, atau pembengkakan deposito bank saya. Tetapi, apa aslinya pamrih saya anda tak akan tahu, sebab anda terlalu meremehkan atau under estimate tingkat kejahatan dan keserakahan hidup saya.

Kalau saya pergi umroh, anda harus cerdas dan waspada karena sebenarnya Tuhan dan rumah-Nya bukan fokus dari kepergian saya. Anda sebaiknya jangan terlalu lugu. Hidup ini sangatlah luas dan canggih, jumlah kemungkinan tak terhingga, dan semesta nafsu kehidupan serta karier saya jauh melebihi luasnya cakrawala kemungkinan.

Kalau saya berbuat baik kepada masyarakat, jangan dipikir tujuan utama saya adalah deretan kebaikan-kebaikan itu. Ada yang lebih fokus di kandungan hati saya.

Itu sekedar contoh saja. Intinya jangan percaya kepada saya dan apapun yang saya lakukan. Belajarlah meningkatkan dan merangkapkan kewaspadaan intelektual maupun spiritual. Saya seorang yang fasih, mampu memesonakan orang banyak dengan ayat-ayat Tuhan yang saya bacakan, sanggup memukau publik dengan uraian-uraian ilmu sosial aplikatif empiris. Tetapi kalau indikatornya atau parameternya yang anda pakai untuk menilai saya adalah ucapan-ucapan saya, maka anda orang yang dungu.

Quote dalam tulisan tersebut dapat dibaca di buku ‘Jejak Tinju Pak Kyai’ karya Muhammad Ainun Nadjib.

14 Januari 2015

Leave a comment